Foto: Dr. Tgk. Saiful Bahri, MA |
Kampanye politik dalam konteks demokrasi modern sering kali dipenuhi oleh berbagai strategi dan taktik yang bertujuan untuk memenangkan hati rakyat. Sayangnya, sering kali kampanye politik tidak lepas dari manipulasi, ujaran kebencian, dan fitnah yang merusak nilai moral masyarakat. Dalam menghadapi tantangan ini, ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur'an, Hadis, dan pemikiran ulama memberikan pedoman tentang pentingnya menjaga akhlak dan etika dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam kampanye politik.
Akhlak adalah
inti dari ajaran Islam yang mencakup perilaku baik, sopan santun, serta
tanggung jawab moral seseorang terhadap diri sendiri, orang lain, dan Allah
SWT. Kampanye politik yang berakhlak berarti mengedepankan kejujuran,
kebenaran, dan menjaga persatuan masyarakat, bukan memecah belah demi meraih
kekuasaan.
Dalam Al-Qur'an,
Allah SWT menekankan pentingnya berkata dengan perkataan yang baik dan benar. Salah
satu ayat yang relevan adalah:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (الأحزاب:
70)
_"Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar" (QS. Al-Ahzab: 70)._
Ayat ini mengajarkan
bahwa dalam setiap interaksi sosial, termasuk dalam kampanye politik, seorang
Muslim harus menjaga perkataannya agar selalu sesuai dengan kebenaran. Kampanye
yang berakhlak adalah kampanye yang menjauhi segala bentuk kebohongan dan
fitnah, serta membangun narasi yang positif dan konstruktif.
Selain itu,
dalam Al-Qur'an, Allah juga menegaskan tentang pentingnya berlaku adil dalam
setiap keadaan, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ
اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ
بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ (النساء: 58)
_"Sesungguhnya
Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah
kalian menetapkan dengan adil" (QS. An-Nisa: 58)._
Ayat ini
mengingatkan para pemimpin dan kandidat politik untuk selalu bersikap adil,
baik dalam memberikan janji kepada rakyat maupun dalam menjalankan tugas ketika
terpilih. Janji-janji kampanye harus sesuai dengan kemampuan dan tanggung
jawab, serta dilakukan tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat.
Nabi Muhammad
SAW adalah teladan terbaik dalam akhlak mulia, termasuk dalam ranah politik dan
kepemimpinan. Rasulullah SAW menekankan pentingnya menjaga lisan dan berbuat
baik kepada sesama. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ (رواه البخاري ومسلم
(
_"Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau
diam" (HR. Bukhari dan Muslim)._
Hadis ini sangat
relevan dalam konteks kampanye politik. Ujaran yang tidak baik, seperti fitnah,
kebencian, atau kampanye negatif, tidak sejalan dengan prinsip-prinsip Islam.
Seorang pemimpin atau kandidat politik yang berakhlak harus mampu menjaga
perkataannya agar hanya menyampaikan hal-hal yang baik, bermanfaat, dan
membangun masyarakat.
Rasulullah juga
menekankan pentingnya amanah dan tanggung jawab dalam memimpin. Beliau
bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
(رواه البخاري ومسلم)
_"Setiap
kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya" (HR. Bukhari dan Muslim)._
Hadis ini
mengajarkan bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas
kebijakan dan tindakan yang diambil selama masa kepemimpinannya. Dalam kampanye
politik, para calon pemimpin harus menyadari bahwa setiap janji yang dibuat dan
setiap tindakan yang diambil akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
Oleh karena itu, narasi kampanye harus jujur dan sesuai dengan amanah yang akan
mereka emban.
Selain Al-Qur'an
dan Hadis, pemikiran para ulama klasik juga memberikan panduan penting tentang
etika politik yang berakhlak. Misalnya, Al-Ghazali dalam karyanya _Ihya
Ulumuddin_ menekankan pentingnya akhlak dalam setiap aspek kehidupan, termasuk
politik. Al-Ghazali menyatakan:
إِنَّمَا المُلْكُ وَالدِّينُ تَوْءَمَانِ، فَالدِّينُ
أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ، فَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُومٌ، وَمَا لَا حَارِسَ
لَهُ فَضَائِعٌ
_"Kekuasaan
dan agama adalah saudara kembar. Agama adalah fondasi, dan kekuasaan adalah
penjaganya. Apa yang tidak memiliki fondasi akan runtuh, dan apa yang tidak
memiliki penjaga akan hilang."_
Al-Ghazali
menegaskan bahwa politik dan agama tidak bisa dipisahkan dalam Islam. Pemimpin
yang baik adalah mereka yang menjaga nilai-nilai agama dalam menjalankan
kekuasaannya. Dalam konteks kampanye politik, ini berarti narasi yang
disampaikan harus mencerminkan prinsip-prinsip agama, seperti keadilan,
kejujuran, dan integritas.
Selain itu, Ibn
Khaldun dalam _Muqaddimah_ juga membahas pentingnya kepemimpinan yang
berakhlak. Ia mengatakan:
_"الظلم
مؤذن بخراب العمران"_
_"Kezaliman
adalah tanda kehancuran peradaban."_
Pemikiran Ibn
Khaldun ini menegaskan bahwa politik yang tidak berdasarkan pada akhlak dan
keadilan akan membawa kehancuran bagi masyarakat. Kampanye yang berakhlak bukan
hanya tentang memenangkan pemilu, tetapi juga tentang membangun peradaban yang
kokoh dan berkelanjutan.
Aplikasi Akhlak
dalam Narasi Kampanye Politik
Menerapkan
nilai-nilai akhlak dalam kampanye politik berarti menghindari segala bentuk
kampanye negatif yang merusak persatuan umat. Kampanye yang berakhlak haruslah
mengedepankan pesan-pesan positif yang dapat membangun masyarakat. Para
kandidat harus mampu menawarkan solusi konkret atas permasalahan yang dihadapi
masyarakat, bukan hanya mengumbar janji-janji kosong.
Selain itu, para
kandidat politik harus menjaga hubungan baik dengan para ulama dan tokoh agama.
Dalam tradisi Islam, ulama memiliki peran penting sebagai penuntun moral dan
spiritual bagi masyarakat. Menjalin hubungan baik dengan ulama dan menjadikan
mereka sebagai sumber nasihat akan membantu para pemimpin untuk tetap berada di
jalur yang benar.
Kampanye yang
berakhlak juga harus menghindari politisasi agama untuk kepentingan pribadi
atau golongan. Islam mengajarkan bahwa agama adalah pedoman hidup yang mulia,
bukan alat untuk mencapai kekuasaan. Para kandidat harus berhati-hati dalam
menggunakan simbol-simbol agama agar tidak merusak makna sebenarnya dari agama
itu sendiri.
Lebih lanjut,
narasi kampanye yang berakhlak harus menghormati perbedaan pendapat dan
menghargai lawan politik. Perbedaan pandangan adalah hal yang wajar dalam
politik, tetapi Islam mengajarkan untuk tetap bersikap sopan dan menghormati
orang lain meskipun memiliki pandangan yang berbeda. Rasulullah SAW selalu
bersikap lembut kepada orang yang berbeda pendapat, bahkan terhadap
musuh-musuhnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga akhlak mulia
dalam menghadapi persaingan politik.
Kampanye politik
yang berakhlak juga harus mengedepankan dialog dan transparansi. Kandidat yang
berakhlak tidak akan menyembunyikan informasi atau menipu masyarakat dengan
narasi yang menyesatkan. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
وَلَا تَكْتُمُوا
الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ (البقرة: 283)
_"Dan
janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya hatinya berdosa" (QS. Al-Baqarah:
283)._
Ayat ini
menegaskan bahwa transparansi dan kejujuran adalah bagian dari akhlak mulia
yang harus dipegang teguh dalam setiap tindakan
Penulis
menyimpulkan, bahwa narasi kampanye politik yang berakhlak, dalam pandangan
Islam, adalah narasi yang berdasarkan pada nilai-nilai Al-Qur'an, Hadis, dan
pemikiran ulama. Kampanye politik harus mencerminkan kejujuran, keadilan, dan
tanggung jawab moral terhadap masyarakat. Dalam Al-Qur'an dan Hadis, Allah dan
Rasul-Nya memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana seorang pemimpin
harus bersikap dan berperilaku, termasuk dalam menyampaikan janji politik.
Pemikiran para ulama klasik juga memberikan landasan penting tentang pentingnya
menjaga akhlak dalam politik.
Dengan
menerapkan prinsip-prinsip akhlak dalam kampanye politik, para kandidat akan
mampu menarik simpati masyarakat tanpa harus merusak persatuan atau
mengorbankan nilai-nilai moral. Kampanye politik yang berakhlak akan membawa
perubahan yang lebih baik bagi masyarakat dan menghasilkan pemimpin yang amanah
serta bertanggung jawab di hadapan Allah dan rakyatnya.
oleh : Dr. Tgk. Saiful Bahri, MA (Elbahry SPN Aceh) Dosen dan Alumni Dayah Aceh.