Foto: Jasmadi Dosen FISIP, Universitas Al Washliyah Darusslam Banda Aceh |
Penulis teringat benar apa
yang dulunya diajarkan di balai pengajian berkenaan dengan tata cara shalat
jum’at. Tgk Mahmud mengatakan dalam bahasa Aceh
”Watee Jitamong dalam rukon 2 khutbah nyan jama’ah betoi-betoi simak rukon khutbah, menyoe han sembahyang jum’at han sah (saat shalat jum’at (khutbah) hendaklah benar-benar untuk menyimak 2 rukun khutbah, kalau tidak jum’at kita sah”, itulah penggalan ucapan Tgk mahmud sang guru ngaji 27 Tahun silam di balai pengajian yang membuat penulis sampai hari ini ketika hendak jum’at seolah kata-kata itu menjadi bagian yang selalu berbisik untuk benar-benar serius dalam menjalankan ibadah shalat jum’at terlebih pada saat khatib berkhutbah.
Jika kita refleksikan
pemahaman tentang Shalat Jumat ini memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam, khususnya bagi kaum
laki-laki. Di mana kewajiban bagi setiap Muslim laki-laki yang telah
baligh, berakal, dan tidak memiliki uzur syar'i (halangan yang dibenarkan oleh
syariat seperti sakit atau perjalanan). Kewajiban ini telah dijelaskan dalam
Al-Qur'an, Surah Al-Jumu'ah ayat 9:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat
Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui.”
Dengan sangat jelas
al-Qur’an menerangkan kewajiban bagi laki-laki yang menjalankan ibadah shalat
jum’at. Salah satunya adalah mendengarkan Khutbah Jumat yang merupakan bagian integral
dari shalat Jumat. Lelaki yang menghadiri shalat Jumat wajib mendengarkan
khutbah dengan khusyuk dan penuh perhatian. Di samping itu, disunnahkan untuk datang lebih
awal ke masjid untuk mengikuti shalat Jumat. Semakin awal seseorang datang,
semakin besar pahala yang didapatkannya. Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa
yang berangkat pada jam pertama, maka ia seperti berkurban unta. Barang siapa
yang berangkat pada jam kedua, maka ia seperti berkurban sapi. Barang siapa
yang berangkat pada jam ketiga, maka ia seperti berkurban kambing bertanduk.
Barang siapa yang berangkat pada jam keempat, maka ia seperti berkurban ayam.
Barang siapa yang berangkat pada jam kelima, maka ia seperti berkurban telur.
Dan apabila imam keluar untuk berkhutbah, maka para malaikat hadir untuk
mendengarkan khutbah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Memenuhi
kewajiban-kewajiban ini dengan baik tidak hanya menunjukkan ketaatan terhadap
ajaran agama, tetapi juga membantu menjaga suasana ibadah yang khusyuk dan
penuh berkah bagi seluruh jamaah. Selain kewajiban tersebut di atas, masih ada
ada kewajiban lainya sebelum berangkat shalat Jumat, diwajibkan untuk melakukan
mandi besar atau ghusl. Ini adalah bagian dari persiapan spiritual dan fisik
untuk beribadah. Mandi ini adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat
dianjurkan), namun banyak ulama yang memandangnya sebagai wajib berdasarkan
hadits Nabi SAW: "Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap orang
yang telah baligh." (HR. Bukhari dan Muslim) dan juga dianjurkan untuk
memakai pakaian terbaik, bersih, dan menggunakan wewangian saat pergi shalat
Jumat.
Berbanding terbalik di era digital yang semakin maju, ponsel
pintar telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari,
termasuk di kalangan remaja. fenomena yang kerap saya amati di masjid-masjid
saat shalat Jumat yaitu banyak remaja yang menggunakan Smartphone mereka, baik untuk membalas pesan WhatsApp, membuka media
sosial atau
melakukan aktivitas lainnya selama khutbah berlangsung. Hal ini
merupakan distraksi digital generasi muda. Fenomena
ini menimbulkan beberapa pertanyaan mendasar. Apakah para remaja ini tidak
menyadari pentingnya khutbah Jumat sebagai bagian integral dari ibadah mereka?
Ataukah ini merupakan cerminan dari masalah yang lebih dalam yakni minimnya
pemahaman, pengetahuan dan penghargaan terhadap nilai-nilai spiritual di tengah
arus deras teknologi?
Khutbah Jumat bukan sekadar formalitas, melainkan momen penting
bagi setiap Muslim untuk merenung, memperdalam keimanan, dan mendapatkan
tuntunan dari pesan-pesan agama yang disampaikan oleh khatib. Dalam khutbah, jamaah
diajak untuk merenungkan kondisi diri dan masyarakat, serta mencari solusi dari
sudut pandang Islam terhadap berbagai tantangan yang dihadapi. Kehadiran di
masjid dan mendengarkan khutbah adalah sebuah kewajiban sebagaimana diatur dalam syariat
Islam. Kenyataan ini miris sekali ketika ponsel pintar mengalihkan perhatian
remaja dari khutbah, mereka kehilangan esensi dari ibadah Jumat itu sendiri.
Tidak hanya itu, perilaku ini juga dapat mengganggu kekhusyukan jamaah lain
yang mungkin terganggu dengan cahaya layar ponsel atau suara notifikasi yang
tidak dimatikan. Di sinilah peran penting orang tua, pendidik, dan tokoh agama
untuk memberikan pemahaman yang benar kepada remaja. Pendidikan mengenai adab
dalam beribadah, termasuk larangan menggunakan ponsel saat shalat dan khutbah harus ditekankan
sejak dini. Selain itu, masjid-masjid juga perlu lebih proaktif dalam
mengingatkan jamaah, khususnya remaja, untuk mematikan atau setidaknya
menonaktifkan ponsel mereka selama ibadah berlangsung.
Teknologi memang membawa banyak manfaat akan tetapi tanpa pengendalian diri,
teknologi juga bisa menjadi alat yang menjauhkan kita dari nilai-nilai
spiritual. Remaja perlu diajari bagaimana menempatkan prioritas dalam hidup,
termasuk saat beribadah. Shalat Jumat seharusnya menjadi momen untuk fokus ta’abud
kepada Allah SWT, bukan pada notifikasi ponsel.
Maka, harapan penulis mari kita bersama-sama merenungkan, apakah
kita telah benar-benar hadir secara fisik dan spiritual pada saat shalat Jumat atau
justru kita terjebak dalam dunia digital yang memisahkan kita dari keagungan
momen shalat jum’at tersebut? Semoga kita semua termasuk para remaja mampu
memanfaatkan waktu ibadah dengan sebaik-baiknya menjadikan khutbah sebagai
sumber inspirasi dan menjauhkan diri dari godaan teknologi yang seringkali
datang di saat yang tidak tepat.[Red]
Oleh: Penulis: Jasmadi Dosen FISIP, Universitas Al Washliyah Darusslam Banda Aceh