Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dayah sebagai Pondasi Akhlak, Upaya Memperkuat Nilai-nilai Islam di Aceh

Senin, 12 Agustus 2024 | 09.54 WIB | 0 Views Last Updated 2024-08-12T16:54:52Z

Foto: : Tgk. Muslem, S.Pd.I, MA 

Masyarakat Aceh dikenal memiliki keterikatan yang kuat dengan nilai-nilai agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Eksistensi dayah sebagai lembaga pendidikan Islam telah lama menjadi fondasi penting dalam pembinaan akhlak dan karakter masyarakat Aceh. Namun, di tengah arus modernisasi dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat telah terjadi pergeseran nilai-nilai di masyarakat. Hal ini menuntut peran strategis dayah sebagai pusat pembinaan akhlak masyarakat harus semakin diperkuat agar dapat menjadi benteng dalam menghadapi pergeseran nilai-nilai, sehingga generasi muda Aceh dapat terbina dengan baik sesuai ajaran Islam dan kearifan lokal.

Berbagai fenomena soaial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Aceh, seperti muncul aksi begal, kasus judi online, menurunnya rasa empati dan kepedulian sosial, serta lunturnya semangat gotong royong, mengindikasikan adanya krisis akhlak yang melanda generasi muda. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan dan membutuhkan upaya konkret untuk memperkuat kembali peran dayah sebagai agen perubahan dalam pembinaan akhlak masyarakat.


Dalam konteks Aceh, Dayah sebagai lembaga pendidikan Islam di Aceh telah terbukti dan teruji mampu menanamkan nilai-nilai akhlak mulia, seperti kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab dan kepedulian sosial, perlu dimaksimalkan perannya dalam menghadapi tantangan-tantangan kontemporer. Modernisasi dan arus informasi yang berkembang pesat di berbagai platform media sosial harus diimbangi dengan penguatan akhlak atau karakter Islami yang bersumber dari tradisi dayah.


Dayah dapat menerapkan konsep pembinaan akhlak yang dikemukakan oleh Al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih. Mengacu pada pemikiran Al-Ghazali, pembinaan akhlak harus dimulai dari pembersihan jiwa (tazkiyat al-nafs) dan pembiasaan (al-'adat). Menurutnya, akhlak yang baik merupakan hasil dari pendidikan, pembiasaan, dan perjuangan melawan hawa nafsu. Dayah dapat menerapkan konsep ini melalui program-program pembinaan spiritual, pengamalan ibadah, serta pembiasaan perilaku terpuji dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, konsep Ibnu Miskawaih menekankan pentingnya keseimbangan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam pembentukan karakter dapat diadopsi dayah melalui integrasi pembelajaran ilmu-ilmu agama, penguatan keteladanan dari para guru (Teungku), dan pembiasaan pengamalan nilai-nilai Islam dalam berbagai aktivitas di dayah. Dengan menerapkan pemikiran kedua ulama besar tersebut, dayah diharapkan dapat berkontribusi secara efektif dalam membina akhlak mulia pada para santri dan masyarakat Aceh, sehingga tercipta generasi yang berilmu, beriman, dan berakhlak sesuai dengan ajaran Islam.


Di samping itu, untuk memperkuat peran dayah dalam pembinaan akhlak masyarakat Aceh, dapat ditempuh beberapa strategi, di antaranya mengoptimalkan kurikulum dayah yang sudah ada seperti tauhid, fikih dan akhlak-tasawuf ditambah dengan kearifan lokal, memperkuat sistem dayah dengan mempertahankan tradisi dan budaya tasawuf, serta meningkatkan kompetensi dan kapabilitas para guru (teungku) dayah agar mampu menjadi teladan yang baik bagi para santri. Selain itu, menjalin kerja sama erat antara dayah, pemerintah, dan masyarakat dalam mengembangkan program-program pembinaan akhlak yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat juga penting dilakukan untuk memperluas dampak positif yang dihasilkan dayah dalam pembinaan akhlak masyarakat Aceh. 

Oleh : Tgk. Muslem, S.Pd.I, MA (Dosen STAI Nusantara Banda Aceh)

×
Berita Terbaru Update