Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kontroversi Konser di Aceh: Benturan Antara Seni dan Syari'at Islam

Kamis, 18 Juli 2024 | 18.04 WIB | 0 Views Last Updated 2024-07-19T01:04:30Z

Foto: Tgk. Alwy Akbar Al Khalidi, SH, MH (Kabid Penegakan Syari'at Islam DPP ISAD Aceh)


Banda Aceh-  Aceh, dikenal sebagai Serambi Mekkah, adalah salah satu daerah di Indonesia yang menerapkan syariat Islam yang ketat dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan hukum Islam ini mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk hiburan dan budaya. 

Salah satu bentuk hiburan yang sering menjadi kontroversi adalah konser musik. 


Dalam pandangan beberapa pihak, konser musik bertentangan dengan nilai-nilai syariat Islam yang diterapkan di Aceh. Opini ini akan membahas dengan 3 Poin mengapa konser musik dianggap bertentangan dengan syariat Islam di Aceh serta dampaknya terhadap masyarakat dan budaya lokal.


1. Aspek Syariat Islam


Penerapan syariat Islam di Aceh bertujuan untuk menjaga moralitas dan akhlak masyarakat terutama generasi muda. Musik, dalam beberapa pandangan, dianggap bisa membawa pengaruh negatif seperti prilaku hedonis, pergaulan bebas, dan penggunaan narkoba. Konser musik, dengan kondisi yang cenderung bebas dan terbuka, sering kali menjadi ajang berkumpulnya anak muda yang mungkin tidak selalu mengindahkan norma-norma agama dan sosial yang berlaku.


Syariat Islam menekankan pentingnya menjaga batas-batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Di konser musik, batasan ini sering kali dilanggar, terutama ketika penonton berdansa dan berkerumun tanpa ada pemisahan yang jelas. Selain itu, lirik lagu yang kadang mengandung unsur-unsur yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti kekerasan, seksualitas, dan kemabukan yang akan merusak moralitas pendengarnya.


2. Budaya Lokal dan Identitas Aceh


Aceh memiliki kekayaan budaya yang khas dan unik. Musik tradisional Aceh, seperti Rapai, Saman, Seudati, dan Didong, memiliki makna dan nilai-nilai yang sejalan dengan ajaran Islam. 


Konser musik modern, terutama yang mengusung genre musik Barat, sering kali dianggap menggerus nilai-nilai budaya lokal. Bagi sebagian masyarakat Aceh, menjaga keaslian dan kelestarian budaya lokal merupakan bagian dari identitas dan kebanggaan mereka sebagai masyarakat Aceh.


Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa generasi muda Aceh juga merupakan bagian dari masyarakat global yang terpapar oleh berbagai pengaruh budaya luar. Kebutuhan akan hiburan modern seperti konser musik juga hadir di tengah-tengah mereka. Pertentangan ini menciptakan dilema antara mempertahankan nilai-nilai tradisional dan memenuhi kebutuhan hiburan generasi muda.


Tidak semua masyarakat Aceh menentang konser musik. Ada pula yang berpendapat bahwa musik merupakan bagian dari seni dan kreativitas yang tidak selalu bertentangan dengan ajaran Islam. Mereka berpendapat bahwa dengan pengaturan dan pengawasan yang ketat, konser musik bisa diselenggarakan tanpa melanggar syariat Islam. Misalnya, dengan memastikan lirik lagu yang dibawakan tidak mengandung unsur negatif, memisahkan area penonton laki-laki dan perempuan, serta menghindari perilaku yang tidak sesuai dengan norma Islam.


Saya selaku penulis, menekankan bahwa Islam tidak anti terhadap seni dan hiburan, selama tidak melanggar aturan dan norma agama. Hal ini juga sudah dijelaskan dalam Fatwa MPU Aceh Nomor 12 Tahun 2013 tentang Seni Budaya dan Hiburan Lainnya.


Dalam sejarah Islam, banyak tokoh dan ulama yang menghargai seni, termasuk musik, sebagai sarana untuk mengekspresikan rasa syukur dan cinta kepada Allah. Dengan demikian, konser musik bisa dianggap sebagai bentuk ekspresi seni yang positif jika dikelola dengan baik.


3. Dampak Ekonomi dan Sosial


Konser musik juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan. Industri hiburan, termasuk konser musik bisa menjadi sumber pendapatan bagi banyak pihak, mulai dari penyelenggara acara, musisi, hingga pedagang kecil yang berjualan di sekitar lokasi acara. Dengan melarang konser musik, ada potensi kehilangan peluang ekonomi bagi masyarakat.


Namun, dari sisi sosial, adanya konser musik yang tidak sesuai dengan syariat Islam bisa menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Ketidakpuasan dan protes dari kelompok yang merasa nilai-nilai agama dan moralitas mereka diabaikan bisa memicu konflik sosial. Oleh karena itu, perlu adanya keseimbangan antara mempertahankan nilai-nilai syariat Islam dan memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat.


Kesimpulan


Konser musik di Aceh merupakan isu yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang bijaksana. Di satu sisi, ada kebutuhan untuk menjaga nilai-nilai syariat Islam yang menjadi dasar kehidupan masyarakat Aceh. 

Di sisi lain, ada kebutuhan akan hiburan dan ekspresi seni, terutama bagi generasi muda yang hidup di era globalisasi. Pendekatan yang kompromis dan solutif diperlukan agar kedua kepentingan ini bisa berjalan beriringan.


Dengan pengaturan yang tepat dan pengawasan yang ketat, konser musik bisa diselenggarakan tanpa melanggar syariat Islam di Aceh. Penting untuk melibatkan berbagai pihak, termasuk MPU Aceh, pemerintah, dan masyarakat, dalam merumuskan kebijakan yang adil dan seimbang. Dengan demikian, Aceh bisa tetap menjaga identitasnya sebagai daerah yang taat syariat Islam, sambil tetap memberikan ruang bagi kreativitas dan hiburan yang sehat bagi masyarakatnya

×
Berita Terbaru Update