Dalam Islam, hukum seputar wanita yang menggugat suami untuk cerai bergantung pada konteks dan alasan di balik pengajuan cerai tersebut. Islam memberikan hak kepada wanita untuk mengajukan cerai, yang dikenal dengan istilah "khul'" (خلع) dalam kondisi tertentu. Khul' adalah proses di mana seorang istri dapat meminta cerai dari suaminya dengan syarat tertentu, biasanya melibatkan pengembalian mahar atau kompensasi lain kepada suami.
Alasan yang dapat membenarkan seorang wanita mengajukan khul' antara lain adalah:
Penyalahgunaan fisik atau emosional: Jika seorang istri mengalami penyalahgunaan fisik atau emosional dari suaminya, dia memiliki hak untuk meminta cerai.
Ketidakcukupan nafkah: Jika suami tidak mampu atau tidak bersedia menyediakan nafkah bagi istrinya sesuai dengan kewajibannya dalam Islam.
Ketidakcocokan atau masalah dalam pernikahan: Termasuk masalah seksual, ketidakcocokan kepribadian, atau masalah lain yang membuat kehidupan bersama tidak mungkin dilanjutkan.
ketidakberagamaan antara suami istri: Jika suami meninggalkan Islam atau gagal memenuhi kewajibannya sebagai seorang Muslim, istri dapat meminta cerai.
Proses khul' biasanya melibatkan mediasi dan upaya untuk rekonsiliasi sebelum cerai dapat diberikan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa kedua belah pihak memiliki kesempatan untuk menyelesaikan perbedaan mereka dan bahwa cerai benar-benar merupakan solusi terakhir.
Selain khul', ada juga "talaq" yang merupakan hak suami untuk mengucapkan cerai, dan "faskh" yang merupakan pembatalan pernikahan oleh pengadilan karena alasan tertentu, seperti ketidakmampuan suami untuk memenuhi kewajibannya.
Penting untuk digat bahwa hukum Islam tentang pernikahan dan perceraian dapat bervariasi tergantung pada interpretasi mazhab (seperti Hanafi, Maliki, Shafi'i, dan Hanbali), Oleh karena itu, jika bercerai merujuklah pada ulama kompeten untuk mendapatkan nasihat mereka []